Sondag 12 Mei 2013

KETINGGIAN AKHLAK RASULULLAH SAW.

SHIRATUN NABI: "SEBUAH PERMENUNGAN TERHADAP KETINGGIAN AKHLAQ RASULULLAH SAW." Untuk Menyegarkan Keimanan Oleh : Muhaimin Khairul Amin "Sesungguhnya kamu dapati suri tauladan yang sebaik-baiknya dalam Pribadi Rasulullah, bagi orang-orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan hari kiamat dan yang banyak-banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab : 21) Saudara-saudaraku yang mulia, Tentu saudara-saudaraku yang mulia mengenal siapa Rasulullah Saw. dan memang harus mengenal beliau Saw. Ada pepatah yang mengatakan kalau tak kenal maka tak sayang. Yang lebih penting lagi menurut penulis yang lemah ini, "kalau tak kenal, maka kenalilah !" Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Rasulullah Saw. adalah seorang nabi yang kedatangannya telah dinubuwatkan oleh nabi-nabi dan kitab terdahulu. Kita baca di dalam Bible, Matius pasal I ayat 23 yang merupakan penggenapan dari nubuatan Yesaya Pasal 7 ayat 14, dimana disana dikabarkan akan adanya seorang perempuan muda yang akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan diberi nama Immanuel. Immanuel itulah yang dalam Matius diartikan 'Allah bersama kita'. Dan kita tahu bahwa perempuan muda yang dimaksud disini adalah Siti Aminah r.a. yakni ibundanya nabi Muhammad Saw. yang menikah sewaktu masih muda, dan melahirkan Muhammad Saw. sewaktu muda dan meninggalnya pun sewaktu masih muda. Adapun nubuatan berkenaan dengan nama "Immanuel" yang berarti "Allah beserta kita", ini telah terbukti ketika Nabi Saw. bersama Abu Bakar r.a. terkepung musuh di Gua Tsur, Tuhan tetap beserta mereka. Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu bakar r.a. sebagaimana diwahyukan didalam Al-Qur'an surah At-taubah: 40 " Laa Tahzan Innallaaha Ma'anaa" (Janganlah kau berduka cita wahai Abu Bakar ! Sesungguhnya Allah beserta kita). Dan ini bukanlah kejadian yang kebetulan, akan tetapi sebuah rencana Tuhan untuk menggenapi nubuatan "Immanuel". Kemudian dalam Bibel Perjanjian Lama, kitab Ulangan Pasal 18 :18, kita juga membaca nubuatan tentang kedatangan Rasulullah Saw. yang sifat-sifatnya dijelaskan seperti nabi Musa a.s. Nabi Musa kira-kira 2000 tahun sebelum kedatangan Rasulullah Saw. pernah menubuwatkan tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw., dalam Kitab Ulangan Pasal: 33 : 2: Berkatalah ia "Tuhan datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari syeir, ia tampak bersinar dari pegunungan paran, dan ia datang dengan 10. 000 orang Kudus. Di tangan kanannya memegang undang-undang yang sangat kuat." Yang dimaksud datang dengan 10.000 malaikat adalah pada peristiwa "Fatah Mekkah", di mana Rasulullah Saw. dengan pasukan umat Islam yang jumlahnya 10.000 orang mengepung dan merebut kembali kota Mekkah dar kekuasaan kaum kafir Quraisy pada masa itu. Dan yang dimaksud di tangan kanannya memegang undang-undang yang sangat kuat, adalah "Kitab Syari'at Al-Qur'an.". Dalam Injil Matius P 23: 39 tertulis bahwa Nabi Isa as. 600 tahun sebelum kelahiran Rasulullah Saw., pernah bersabda: "Karena Aku Berkata kepadamu, bahwa daripada masa ini, tiada lagi kamu melihat aku, sehingga kamu berkata : " Mubaraklah ia yang datang dengan nama Tuhan." Dan kita ingat, bahwa yang dimaksud datang dengan nama Tuhan adalah Rasulullah saw., yakni wahyu pertama saja yang turun kepada Rasulullah Saw., adalah "IQRA BISMI RABBIKAL LADZIY KHOLAQ" (Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan). Di dalam kitab Tiong Yong milik umat yang beragama Kong Hucu, pada Bab Ke-30, ada penjelasan juga mengenai kedatangan seorang nabi yang sifat-sifatnya terangkum dalam diri Rasulullah Saw. nubuatan itu antara lain: "Hanya seorang Nabi yang sempurna dapat terang pendengarannya, jelas penglihatannya cerdas dan bijaksana, maka cukuplah ia menjadi pemimpin. Keluasan hatinya, kemurahannya, keramahtamahannya, dan kelemahlembutannya cukup untuk meliputi segala sesuatu (kita kenal beliau sebagai Rahmatal Lil'aalamiin). Semangat yang berkobar, keperkasaannya, kekerasan hatinya dan ketahan-ujiannya cukup untuk mengemudikan pekerjaan besar. Kejujurannya, kemuliaannya, ketengahannya, dan kelurusannya cukup untuk mendapatkan hormat. Ketertibannya, keberesannya, ketelitiannya, dan kewaspadaannya cukup untuk membedakan segala sesuatu. Kebajikannya tersebar luas, dalam, terang, dan mengalir tiada henti-hentinya, ibarat air keluar dari sumbernya. Keluasannya seolah langit, ketenangannnya dan kedalamannya bagai tanpa batas. Maka rakyat yang melihatnya tiada yang tidak menghormatinya. Rakyat yang mendengar kata-katanya, tiada yang tidak menaruh percaya (kita kenal beliau sebagai al-amiin) dan rakyat yang mengetahui perbuatannya, tiada yang tidak bergembira. Maka gema namanya meluas meliputi dalam negeri, berberita sehingga ke tempat bangsa Ban dan Bek, sampai ke mana saja perahu dan kereta dapat mencapai, tenaga manusia dapat menempuhny yang dinaungi langit, yang didukung bumi, yang disiari matahari dan bulan, yang ditimpa salju dan embun, semua makhluk yang berdarah dan bernafas, tiada yang tidak menjunjung inggi dan mencintainya. Maka dikatakan telah manunggal dengan Tuhan. Seorang astronom dan ahli sejarah amatir, Michael H. Hart dalam bukunya "The hundred" beliau kemukakan 100 tokoh berpengaruh di dunia, dan paling atas yakni nomer wahid menurutnya adalah Rasulullah Saw., yang ke dua Isaac New Ton dan yang ke-tiga adalah Yesus (Tuhannya sendiri), ke-50 Hadhrat Umar Bin Khattab. Nah hadirin, Al-Qur'an sendiri mengatakan : "Laqad Kaana Lakum Fii Rasuulillaahi Uswatun Hasanah……….."(Al-Ahzab :21). Dahulu ketika Rasulullah Saw. diutus ke dunia ini, keadaan dunia pada masa itu diliputi oleh kegelapan yang sangat hebat. Jazirah arab pada zaman itu merupakan pusat segala macam kejahatan, sampai-sampai kondisi itu digambarkan oleh Al-Qur'anul Kariim : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Surah Ar-Rum : 42) Kerusakan akhlak telah meluas di daratan maupun di lautan disebabkan apa yang telah diusahakan oleh tangan-tangan manusia. Hz. Masih Mau'ud menjelaskan bahwa " Sebelum kebangkitan rasulullah saw. keadaan bangsa arab pada saat itu sudah rusak, segala macam bentuk kejahatan terdapat pada masa itu, seperti perzinahan, perjudian dan mabuk-mabukan, tetapi anehnya kejahatan itu tidak dianggap sebagai dosa, bahkan dianggap seperti hal yang biasa saja. Kejahatan yang pernah terjadi sejak nabi Adam a.s. sampai zaman akhir kesemuanya itu terdapat di zaman kedatangan Rasulullah Saw. Dalam kegelapan itulah Rasulullah Saw. diutus untuk menerangi alam semesta ini dengan sinar kenabiannya. Beliau bagaikan sinar yang memancar di tengah-tengah malam kegelapan yang menyinari alam sekitarnya. Para ahli Mekkah mengenal beliau sejak kecil sebagai "Al-amin" dan "Shiddiq" yakni paling jujur dan paling benar. Beliau menjadi contoh terbaik dalam hal kejujuran dan kesucian di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan keburukan moral dan akhlaq. Kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap makhluk Allah, memancar dari diri beliau secara fitrati. Al-Qur'an menggambarkannya : Bahwa kebaikan yang ada dalam fitrat beliau telah siap menyinari alam semesta sebelum beliau menyentuh nur syari'at. Dan nur syari'at yang telah memancarkan Nur Fitratnya menjadi bulan purnama yakni "Nuurun 'Ala Nuur." Pengkhidamatan Rasulullah saw pada Semua Orang Rasulullah Saw. senantiasa mengkidmati semua orang. Sanak saudara, fakir, miskin, yatim piatu, tamu, dan orang-orang susahpun beliau khidmati. Sekali peristiwa: Seorang nenek tua sedang menggendong beban yang berat. Rasulullah Saw. bersabda, Ibu! Berikanlah beban itu pada saya, biar saya yang membawa sampai tujuan. Melihat itu nenek tadi menjadi heran, siapa gerangan pemuda ini, pada zaman yang jahil seperti ini masih ada yang mau memperhatikan saya yang sudah teramat tua. Akhirnya setelah sampai di tujuan, nenek itu berkata "Hai anak muda yang baik hati, saya tidak bisa ngasih apa-apa kecuali satu nasehat, di Mekkah ada seorang tukang sihir yang bernama Muhammad. Kamu harus menjauhinya supaya kamu selamat. Rasulullah Saw. tersenyum dan bersabda "Nek, Muhammad yang dimaksud itu akulah orangnya yang selalu difitnah orang sebagai tukang sihir. Seketika itu juga nenek tua tadi merasa malu dan kemudian mengucapkan 2 kalimah syahadat dan masuk Islam. Mari kita perhatikan kehidupan suci Rasulullah Saw. yang seperti ini. Akhlaq beliau begitu tinggi dan walaupun beliau memiliki kharisma yang tinggi, akan tetapi sekiranya ada seorang wanita yang lemah menyuruh beliau berdiri, maka beliau akan tetap berdiri. Rasulullah saw dan Pengkhidmatan terhadap Tamu Dalam mengkhidmati tamu, beliau tidak pandang bulu baik kawan maupun lawan, kenal ataupun tidak sebelumnya, muslim ataupun kafir, maka beliau melayaninya dengan penuh pengkhidmatan. Dalam suatu kejadian, ada seorang yahudi yang datang kepada beliau dan berbincang-bincang begitu lamanya dengan beliau hingga larut malam sehinggaYahudi ini menginap di rumah beliau. Karena dia minum susu terlalu banyak, ia sakit perut dan berak di atas tempat tidurnya. Iapun merasa malu kemudian pergi tanpa izin dan lupa kalau pedangnya ketinggalan di tempatnya menginap. Bagaimana Rasulullah Saw ? beliau merasa menyesal karena semalam tamunya telah merasa menderita, lalu beliaupun membersihkan tempat tidur itu dengan tangan beliau sendiri. Sahabat yang melihatnya tidak tega dan meminta supaya sahabatlah yang membersihkannya bukan Rasulullah Saw. tetapi Rasulullah Saw. bersabda "Tamu yang datang semalam adalah tamuku, maka adalah hak saya untuk melayaninya." Tak lama kemudian tamu itu datang kembali untuk mengambil pedangnya dan Rasulullah saw. menanyakan kesehatannya. Melihat kejadian itu, spontan tamu itu mengucapkan 2 kalimah syahadat dan masuk Islam. Inilah satu contoh akhlak fadhilah Rasulullah Saw. dalam hal mengkhidmati tamu. Pertanyaannya, sekarang adakah manusia di dunia ini yang memiliki akhlak yang begitu tinggi dalam menerima tamu seperti Rasulullah Saw ?? Rasulullah saw dan Toleransi Beragama Kebaikan besar lainnya yang telah dilupakan bangsa Arab maupun manusia di zaman sekarang adalah akhlak mulia yang ada kaitannya dengan toleransi beragama, saling menghargai satu sama lain. Satu ketika sekujur mayat orang Yahudi sedang diusung melewati Rasulullah Saw. tiba-tiba Rasulullah Saw. berdiri menghormati mayat orang Yahudi itu. Sahabat berkata ya Rasulullah, mengapa engkau berdiri, ini kan jenazah orang Yahudi. Rasulullah Saw. menjawab, Yahudi juga manusia, kitapun harus menghormatinya. Subhanallah ! betapa tinggi akhlak Rasulullah Saw. Andai saja kaum muslimin bisa mencontoh akhlaq beliau Saw., tentu tidak akan ada yang namanya saling menghina, saling mengkafirkan, apalagi saling mengganggu dan menyerang satu sama lain. Akan tetapi faktanya masih jauh dari harapan kita, jauh panggang daripada api, seibarat langit dengan sumur yang sangat jauh berbeda. Perlakuan Rasulullah saw terhadap Musuh Tidak ada orang sebaik Rasululah Saw. yang senantiasa berbuat baik terhadap mereka yang bukan saja musuh beliau, akan tetapi kepada orang yang haus akan darah beliau dan darah para sahabatnya sekalipun. Ketika terjadi Fatah Mekkah, Rasulullah mengampuni orang-orang yang dulunya melempari beliau dengan kotoran unta, menghalangi jalan beliau dengan duri-duri, menganiaya beliau dan berusaha membunuh beliau serta para sahabatnya. Pada hari itu beliau bersabda: "Wahai penduduk Mekkah! Hari ini tidak ada pembalasan terhadap kalian. "Laa Tatsriiba 'alaikumul Yaum."Kalian semua bebas! Beliau kembali ke tanah airnya guna memenuhi nubuwatan dalam kitab suci Taurat, bahwa Ruhul Qudus akan datang dan di tangan kanannya memegang syari'at yang amat kuat dan ia akan ditemani oleh 10.000 orang-orang kudus. Kita lihat apa yang terjadi tatkala kota Mekkah ditaklukkan dalam misi damai ini? Beliau memasuki kota Mekkah dengan lasykar besar beserta 10.000 orang-orang suci, para sahabat Rasulullah Saw. Kalau pada tahun 1099 Tentara Salib, tentara musyrik dengan kejam dan tanpa perikemanusiaan telah membantai 70.000 muslim laki-laki, begitupula tentara Inggris pada tahun 1874 yang juga berperang di bawah bendera perang Salib, ketika menaklukkan pantai Emas di Afrika, ribuan orang yang tak berdosa mereka bunuh secara kejam. Namun ketika kota Mekkah ditaklukkan, Allah taala berfirman: "Engkau pasti akan memasuki Masjidil haram dengan aman dan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada rasa cemas dan ketakutan baik dari pihak kawan maupun lawan." Ketika Nabi Muhammad saw. berhadapan dengan kaum Quraisy beliau bertanya: "Apa yang kalian harapkan daripadaku atasmu?" mereka menjawab : "Perlakukanlah kami sebagaiman Yusuf as. memperlakukan saudara-saudaranya." Maka Nabi Muhammad berkata: "laa Tatsriba 'alaikumul yaum (tidak akan ada yang akan menyalahkan kalian hari ini)." Hari ini kalian benar-benar kubebaskan, tidak ada dendam, dengki di hati, tidak ada rasa permusuhan dan tidak pula ada rasa takut dan cemas. Nabi Muhammad Saw. benar-benar memberikan pengampunan kepada seluruh musuh beliau tanpa pandang bulu dengan budi yang luhur, beliau telah membuang ingatan-ingatan tentang masa lampau yang penuh dengan ejekan, penganiayaan, bahkan beliau memperlakukan lawan-lawan yang paling terkemuka dengan pertimbangan yang luhur, sangat adil bahkan dengan pengampunan yang penuh rasa persahabatan. Ikrima adalah putera Abu jahal, termasuk salah seorang yang sangat membenci Islam. Mendengar Islam telah menang, waktu lasykar Islam telah memasuki kota Mekkah. Ia berniat akan melarikan diri ke Abbsenia. Isterinya adalah seorang Muslimat dalam hati ( ia belum secara terang-terangan beriman). Ia memohon kepada Rasulullah Saw. agar suaminya diampuni. Kemudian ia segera mengejar suaminya yang hampir naik kapal yang akan berlayar ke Abbsenia. Katanya: "Wahai suamiku, engkau akan melarikan diri dari orang yang baik hati dan sangat penyantun? Ia meyakinkan suaminya, bahwa Nabi Muhammad pasti mengampuninya. Akhirnya Ikrima memutuskan untuk mengurungkan niatnya untuk pergi ke Abbsenia dan segera kembali ke Mekkah, menjumpai Nabi Muhammad Saw." Aku mendengar dari isteriku bahwa engkau telah memberikan ampunan kepada orang jahat seperti aku ini." Ikrima yakin, bahwa orang yang mau memaafkan musuh besarnya, tidak mungkin orang itu seorang pendusta. Maka ia segera menyatakan Bai'at dan mengucapkan kalimah syahadat, masuk ke dalam Islam. Karena malu Ikrima tertunduk. Nabi Muhammad menghiburnya : "Ikrima saudaraku, aku bukan saja member maaf kepadamu tetapi sebagai bukti penghargaanku, aku ingin menanyakan kepadaku, apa yang dapat kuberikan kepadamu?" Ikrima menjawab: "Tidak ada yang lebih baik yang kuharapkan kecuali anda berdoa kepada Tuhan untuk memberikan ampunan kepadaku atas segala dosa dan kekejaman yang telah kuperbuat kepadamu. Kemudian Rasulullah Saw.pun berdo'a: "Yaa Allah ampunilah sikap tidak bersahabat Ikrima yang sudah-sudah kepadaku, ampunilah segala ucapan buruk yang telah ia ucapkan dengan mulutnya. Selesai berkata demikian lalu Rasulullah saw.bangkit dan mengenakan jubah beliau kepada Ikrima dan bersabda: "Siapapun yang datang kepadaku dan beriman kepada Allah, maka ia bersamaku. Rumahku adalah rumahnya dan rumahku juga. Diantara orang-orang yang diperintahkan untuk mendapatkan hukuman mati adalah seoarang penduduk Mekkah yang bernama Habbar, karena ia telah memutuskan tali pelana unta yang ditunggangi Hazrat Zainab, puteri Rasulullah saw. yang tengah mengandung. Karena terjatuh dari unta waktu itu, maka beliau keguguran kandungannya tidak lama kemudian meninggal dunia. Itulah suatu tindakan yang tak berperikemanusiaan yang telah dilakukan oleh Habbar. Sekarang Habbar sendiri menghadap rasulullah Saw. dan berkata: "Yaa Rasulallah aku melarikan diri ke Iran, tetapi timbul dalam pikiranku, bahwa Allah telah membersihkan kita dari kepercayaan Musyrik kita dan menyelamatkan kita dari kematian rohani. Daripada aku pergi kepada orang-orang lain, untuk memohon perlindungan, bukankah lebih baik aku menghadap Rasulullah saw sendiri, mengakui dan mnyesali perbuatan buruk dan dosa-dosaku itu dan kemudian memohon ampunanmu? Rasulullah saw. sangat terharu atas pernyataan Habbar tersebut dan bersabda; "Habbar, jika Tuhan telah menanamkan dalam hatimu kecintaan terhadap Islam, bagaimana mungkin bagiku untuk menolak memberikan ampunan kepadamu. Maka aku memaafkan segala yang telah engkau perbuat sebelum ini. Kisah seorang wanita Yahudi yang berusaha meracuni Nabi Muhammad saw. ia mencari tahu makanan apa yang paling disukai Rasullah Saw., yaitu daging sembelihan bagian bahunya. Lalu wanita itu memasak hidangan daging tersebut dicampur dengan racun keras yang dapat mematikan. Wanita tersebut menemui Rasulullah saw., beliau menyapa wanita tersebut, "Adakah sesuatu yang dapat kulakukan untuk mengkhidmatimu? Wahai wanita !" Jawabnya: "Ada wahai Adul Qasim, aku berharap anda akan sudi menerima pemberianku. Ketika beliau akan bersantap, maka daging panggang tersebut diletakkan di hadapan beliau, lalu beliau mengambil sekerat. Seorang sahabat beliau bernama Bisyr bin Bara bin al-Ma'rur juga mengambil sekerat dan memakannya. Sahabat yang lain hampir akan mengambilnya juga namun dicegah oleh Rasulullah saw. beliau mengatakan, bahwa daging ini sepertinya sudah diracuni. Ibnu Bisyr juga mengatakan demikian. Melihat Rasulullah Saw. mengambil sekerat, beliau pun mengambilnya namun berharap, lebih baik kalau Rasulullah saw. tidak memakannya. Menurut riwayat, Biysr Barra setelah memakan daging tersebut jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. Rasulullah Saw. kemudian memanggil wanita Yahudi tersebut dan menanyakan padanya, mengapakah engkau meracuniku? Wanita tersebut menanyakan bagaimana beliau tahu akan hal itu. Beliau menjawab, bahwa tanganku mengatakan hal ini padaku. Akhirnya wanita tersebut mengakui perbuatannya. Rasulullah saw. bertanya, mengapakah kamu melakukan itu terhadapku? Dia mengatakan, bahwa kaumku berperang melawan anda dan keluargaku ada yang meninggal duniia dalam pertempuran itu. Maka kuputuskan bahwa aku akan meracunimu dengan keyakinan bahwa anda adalah penipu. Maka anda akan mati dan kami akan aman. Tetapi jika anda seorang yang benar, sebagai Nabi Allah, maka Allah pasti akan memelihara anda. Mendengar kejujuran wanita itu, kemudian Rasulullah saw. memaafkan wanita itu. Sejarah menyatakan bahwa wanita Yahudi tersebut kemudian masuk Islam. Damai di hati damai di bumi, Love for all Hatred for None. Saudaraku yang mulia ! Melalui coretan pena yang beberkat ini, penulis yang teramat lemah menyeru kepada para pemikir dan pencatat sejarah, andaikata ada yang dapat berakhlaq seperti Rasulullah Saw. maka tunjukkanlah! Siapakah ia? Siapakah orang yang akhlaknya bisa menandingi Rasulullah Saw? ketika malaikat datang kepada Rasulullah Saw. dan menawarkan diri untuk menghancurkan penduduk Thaif yang sudah membuat Rasulullah Saw. menderita sampai wajah dan sekujur badan beliau berlumuran darah sepanjang jalan, akan tetapi mari kita perhatikan, apa yang disabdakan junjungan kita Rasulullah Saw.? Wahai Jibril, Tidak ! sabda beliau. Tujuan saya bukan untuk menghancurkan penduduk Thaif, tapi supaya mereka menyembah Allah Ta'ala. Beliau kemudian berdo'a "Allahummahdii Qaumii Fainnahum Laa ya'lamuun." Inilah akhlak fadhilah Rasulullah Saw. yang telah mengadakan revolusi serta reformasi secara besar-besaran di dunia ini. Sangat disayangkan, akhlak beliau yang begitu tingginya banyak dilupakan oleh manusia pada umumnya. Kita semua faham, kedatangan beliau untuk kedua kalinya dalam wujud Hazrat Masih Ma'ud adalah untuk menghidupkan agama dan menegakkan syariat, membawa manusia menuju Tuhan-Nya yang hakiki. Alangkah lebih bagus lagi, jika setelah membaca tulisan ini, kita bertafakkur sejenak dan bertanya kepada diri sendiri. Dapatkah sekarang aku membuka halaman baru dalam "Kitab Hidupku?" Siapakah orang yang pernah kutolong dalam hidupku? Masihkah ada orang yang kutolong? Selama hidupku, terhadap siapakah aku pernah bertindak tidak adil, dan siapakah yang pernah kulukai perasaannya? Adakah yang dapat kuperbuat untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanku ini? Saudara-saudariku, kita tidak menerima upah atau ganti rugi untuk bantuan yang kita berikan, dengan demikian itu kita membina diri untuk menjadi "Mukmin Sejati". Kita tidak bekerja untuk seorang majikan, melainkan untuk meraih Ridha Allah Ta'ala. Berhasil tidaknya misi kita, sebagian besar bergantung pada budi pekerti (akhlaq), kesopanan dan kesusilaan, yakni tabi'at diri kita sendiri, sehingga kita dapat senantiasa memberi pengaruh yang baik bagi orang lain. Akhlaq seorang muslim di masyarakat, dan ketaqwaan di hadapan Allah Swt. Seibarat sayap bagi burung yang biasa terbang. Burung, apabila kedua sayapnya patah, maka tak mungkin bisa terbang menghantarkan dirinya pergi ke suatu tempat tujuan. Demikian juga dengan seorang muslim, apabila akhlaq dan ketaqwaannya bobrok, ia tak mungkin mendapatkan derajat kemuliaan baik di ligkungan masyarakat maupun di pandangan Allah Swt. Hazrat Masih mau'ud berkata: "Tujuan Hakiki dari agama ialah menyampaikan manusia kepada pengenalan yang sejati kepada Allah SWT. pencipta alam semesta, yang dengan pengenalan ini akan menyampaikan manusia kepada maqam keyakinan yang dapat membakar kecintaan yang semu selain cinta kepada Allah Swt.sehingga terlahirlah rasa kasih sayang terhadap makhluk-Nya. Dan mulailah ia memakai jubah kesucian diri." Untuk tujuan suci dan mulia inilah Nabi Muhammad Saw. bersabda tentang diri beliau: "Innamaa Bu'itstu liutammima makaarimal Akhlaaq." Artinya: Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan nilai-nilai akhlaq yang mulia. Hazrat Masih Mau'ud di dalam Qashidahnya melukiskan pula: "Beliau adalah Aal-Hadi pembawa hidayah yang sejati dan juga seorang perwira yang gagah berani. Kaum cerdik cendekiawan pun berbondong-bondong bergabung menjadi pengikutnya, dan rela memisahkan diri dari orang-orang yang dikasihinya di negerinya dan mereka meninggalkan nafsu dan juga kepribadian lamanya bahkan berani melepaskan tangannya dari harta benda mereka yang fana. Dan Allah pun menyelamatkan mereka dari taufan. Orang-orang memusuhi dan menghantam mereka dengan penyiksaan dan penganiayaan. Namun, berkat pertolongan dan inayah Tuhan yang mannan (amat pengasih), mereka diselamatkan dari taufan hebat itu. Harta benda dan kekayaan mereka habis dirampas, namun Allah menggantinya dengan kekayaan rohani dan keimanan yang benar. Dahulu mereka itu hanyalah kaum yang hina ibarat sampah, lalu Nabi Muhammad saw. menjadikan mereka sebagai emas murni, intan dan permata. Dahulunya mereka itu ibarat padang sahara yang kering dan gersang, lalu dalam waktu singkat dirubahnya menjadi taman indah dan kebun lestari yang banyak memberikan buah-buahan. Kehidupan yang gelap diganti dengan alam kehidupan yang penuh cahaya dan harapan serta kebesaran Tuhan. Keasyikan terhadap dunia yang memabukkan berganti dengan kemabukan fana fillah dan fana-firrasul. Istilah Rasulullah saw. tentang para sahabat beliau dikatakan : sahabat-sahabatku cemerlang bagaikan bintang-bintang di langit, siapapun yang engkau ikuti, maka engkau akan mendapatkan petunjuk. Nabi Muhammad Saw. berhasil menciptakan kelompok insan-insan suci yang mendapat jaminan dari langit sebagai orang-orang yang berhasil dalam kehidupannya menerima keridhaan allah Swt. yaitu : Allah merasa Ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Kesimpulan dari uraian di atas dijelaskan oleh Allah Swt. dalam Alqur'an: "Muhammad Rasulullah Saw. dan orang-orang yang beserta dengannya sangat keras terhadap orang-orang kafir, namun diantara sesama mu'min mereka saling kasih-mengasihi dan cinta-mencintai." Kehidupan mereka dalam kesehariannya diisi dengan ibadah, melakukan rukuk dan sujud semata-mata untuk meraih keridhaan Allah, sehingga terlihat tanda membekas sujud di keningnya. Tentang mereka itu sudah disebutkan sebelumnya baik di dalam Taurat maupun Injil yang dimisalkan bagaikan tanaman yang subur yang berbuah lebat yang menyenangkan hati penanamnya dan membuat marah hati orang-orang kafir. Itulah salah satu bukti keberhasilan Rasulullah Saw. mencapai derajat rohani yaitu maqam "Syahid", artinya sebagai penyaksi akan adanya wujud Allah Swt. yang Esa. Sebagai seorang rasul berliaupun mengemban tugas sebagai mubasysyir (pemberi khabar suka) dan juga sebagai nadzir (pemberi peringatan kepada kaumnya). Selain itu beliau pun mengemban tugas sebagai penggembala umat sebagai Dai Ilallah. Akhirnya, penulis yang teramat banyak memiliki kelemahan ini mengajak saudara-saudari yang mulia, marilah kita berakhlak seperti akhlahnya Rasulullah Saw. , mari kita tersenyum seperti senyumnya Rasulullah Saw., mari kita realisasikan nasehat-nasehat beliau sebagai "Uswatun Hasanah" dalam kehidupan sehari-hari. Sabda beliau "Qul Inkuntum Tuhibbunallah Fattabiuwnii" Mudah-mudahan kita bisa mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Aamiin.

Memeriksa Keaslian ALKITAB dan AL-QUR'AN

Sebuah studi Alkitab mengungkapkan bahwa Alkitab tidak mengandung kata-kata yang tepat yang diwahyukan dan diucapkan oleh para nabi seperti Musa dan Nabi Isa. Alkitab telah ditulis oleh berbagai penulis selama periode berabad-abad, yang pada waktu itu juga banyak mengalami perubahan. Dr Stanley Cook menulis: "Kesalahan manusia (fallibility) menjadi faktornya, Alkitab tidak bebas dari kontradiksi dan kesalahan, dan sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai agama secara menyeluruh. (Introduction to the Bible. h.193) Kemudian dalam Britannica Encyclopedia edisi kesebelas menerangkan di bawah judul Bible: "Tak dapat diragukan lagi bahwa sejumlah besar perubahan telah dimasukkan ke dalam teks Ibrani". Kita lihat dari sejarah Israel bahwa pada masa Nebukadnezar kitab-kitab Israel dibakar dan dimusnahkan. Kemudian ditulis ulang oleh Nabi Ezra: "Ia terlupakan dan Ezra memperbaruinya". (p. 322, Vol. V, Jewish Encyclopaedia) Lebih lanjut pada halaman yang sama ditulis: "Ia menunjukkan keraguannya mengenai kebenaran dari beberapa kata dari teks dengan menempatkan titik diatasnya. Haruskah Elihah, katanya, menyetujui teks, poin yang akan diabaikan. Haruskah ia menolak, kata-kata yang meragukan untuk dihapus dari teks." Hal ini tidak memerlukan komentar lebih lanjut dari saya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa secara umum Perjanjian Lama tidak bisa lagi dianggap sebagai Firman Allah yang terjaga keotentikannya. Demikianlah keadaan perjanjian lama. Begitupun Perjanjian Baru yang memiliki kondisi yang sama. Tidak ada jaminan tentang kapan tepatnya ia ditulis. Kita tahu bahwa pada hari-hari pertama setelah kepergian Yesus mereka kemudian menunggu kedatangannya kembali. Sementara mereka yang telah tinggal bersama Yesus telah meninggalkan dunia ini dan pada saat yang sama tidak ada tanda-tanda beliau akan kembali, maka dirasa perlu bahwa Injil harus ditulis untuk keperluan orang-orang yang tidak bisa mendengar dari orang-orang yang tinggal bersama Yesus. Seorang sarjana Oxford mencatat: "Hal penting pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa belum ada Injil yang tertulis sampai bertahun-tahun setelah Yesus. Injil Markus adalah Injil yang paling awal yang diakui secara umum. Umumnya menetapkan penulisan tesebut telah dilakukan sekitar 65 SM. Peristiwa penyaliban umumnya dianggap telah terjadi sekitar 29 SM atau 30 SM. Jadi Injil ada sekitar tiga puluh lima tahun kemudian setelah riwayat-riwayat itu tercatat. Injil-injil lainnya ditulis kemudian... Selama tahun-tahun awal setelah selamatnya Yesus dari kematian, tidak ada catatan tertulis yang dibuat tentang kehidupan dan ajaran beliau. Beberapa ucapan yang paling mencolok yang mungkin diwujudkan adalah berupa liturgi sederhana. Setelah itu, tahun demi tahun berlalu dan ingatan semakin redup, maka dirasakan perlu untuk mencatat sabda-sabda beliau ke dalam bentuk tulisan... Tulisan-tulisan telah didasarkan pada ingatan para murid yang tinggal bersama Yesus dan yang mendengar sabda-sabdanya, jadi ingatan dan tradisi adalah dasar dari injil kita sekarang dibangun. Harus kita sadari bahwa adalah hal yang tidak mungkin bahwa suatu cerita yang disebarkan secara mulut ke mulut - bahkan ketika hal itu dilakukan dalam waktu dekat ketika terjadinya peristiwa - tidak akan mengalami beberapa modifikasi. Hal ini tidak dapat dihindari bahwa narasi atau ucapan yang disampaikan dari mulut ke mulut untuk peristiwa yang telah terjadi hampir tiga puluh tahun pasti mengalami perubahan dalam prosesnya. Selain itu kita harus ingat bahwa di zaman kuno itu adalah kebiasaan umum bahwa para penulis sejarah yang paling telitipun memasukkan ke dalam mulutnya suatu karakter, diantaranya mereka menulis kata-kata yang mereka anggap sesuai dengan kondisi tanpa berniat untuk menyiratkan bahwa itulah kata yang tepat. Dan juga tidak ada keraguan dari para penulis sejarah pada kesempatan itu untuk memodifikasi catatannya sedemikian rupa untuk membawa keluar sudut pandang tertentu yang ingin tekankan dalam tulisannya. Tidak ada keraguan bahwa Injil yang telah ditulis bukan hanya untuk tujuan penulisan tetapi juga untuk dedikasi yang telah tertanam dalam sikap pikiran. Kami tidak menjamin bahwa narasi dan ucapan seperti yang diberikan dalam Injil selalu mewaili apa yang terjadi sebenarnya dan apa yang sebenarnya dikatakan. (The Story Behind the Gospel by Bernard M.Allen) Thomas Paine menulis dalam bukunya 'The Age of Reason': "Konsili Nicea dan Laodikia diadakan sekitar 350 tahun setelah Kristus, dan kitab-kitab Perjanjian Baru sekarang kemudian dipilih secara ya atau tidak seperti kita melakukan pemilihan dalam hukum. Banyak sekali kitab yang ditolak setelah mayoritas memilih tidak. Beginilah bagaimana Perjanjian Baru terbentuk... Jadi inilah barangkali, mereka memutuskan melalui pemungutan suara mana kitab dari koleksi mereka yang harus dianggap sebagai firman Tuhan dan mana yang ditolak. Mereka menolak sebagiannya, mereka memilih yang lainnya yang dianggap ragu-ragu menjadi sebuah kitab yang disebut Apokripa, dan kitab-kitab yang dipilih dengan suara terbanyak terpilih menjadi firman Allah. Haruskah mereka memilih sebaliknya, semua orang, setelah menyebut diri mereka Kristen, untuk percaya kepada yang lain, untuk kepercayaan yang dipilih oleh yang lain." Kita membaca dalam Peakes Commentary on the Bible: "Kita tidak memiliki teks Kitab Suci yang final dan tanpa meragukan yang bisa kita anggap sebagai versi asli. Versi asli sudah lama musnah.." (h.4) Jika klaim Perjanjian baru adalah benar bahwa semua kitabnya diilhamkan oleh Allah." (II Timotius 3:16) lalu mengapa Gereja harus memutuskan dengan cara pemungutan suara mana buku yang diilhamkan dan mana yang bukan. Hal ini telah ditegaskan oleh teman-teman Kristen kita bahwa lima kitab pertama dari Alkitab telah ditulis oleh Musa di bawah Ilham Ilahi. Tetapi bagaimana hal ini bisa terjadi ketika kita menjumpai di bagian akhir dari kitab kelima terakhir Nabi Musa tersebut seperti ini: Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah Moab, sesuai dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini.(Ulangan 34:5-6) Dari sini jelas nampak bahwa Musa bukanlah sosok penulis yang mengilhamkannya bahkan untuk disebut hanya sebagai penulis, karena tidak mungkin beliau menulis tentang kematiannya sendiri. Bahkan begitu lama waktu berlalu sebelum kitab tersebut ditulis, tidak ada yang tahu keberadaan makamnya! Demikian juga kitab berikutnya tidak mungkin ditulis oleh Joshua seperti yang tertulis di bagian akhirnya: Dan sesudah peristiwa-peristiwa ini, maka matilah Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, ketika berumur seratus sepuluh tahun. (yosua 24:29) Keotentikan Al-Qur'an Jika Umat Islam sering membandingkan kitab suci mereka dengan kitab agama lain, hal itu tidak lain karena keaslian dari Alquran. Sebagaimana Firman Allah taala yang menyatakan: "Ini adalah kitab yang sempurna, tidak ada keraguan di dalamnya, yang merupakan petunjuk bagi orang-orang yang benar." (2:3) Sesungguhnya, Kami Yang telah menurunkan Peringatan Alquran ini, dan sesungguhnya Kami baginya adalah Pemelihara. [15:10)] Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Zikir, Alquran, ketika itu datang kepada mereka, dan Sesungguhnya itu adalah Kitab yang mulia. Kebatilan tidak dapat mendekatinya, baik dari depannya maupun dari belakangnya. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji. (41:42-43) Dia-lah yang menurunkan Kitab kepada engkau (3:8) Segala puji bagi Allah swt., Yang telah menurunkan atas hamba-Nya Kitab ini dan tidaklah Dia menjadikan baginya kebengkokan. 18:2) Ayat-ayat Al-Qur'an diatas menunjukkan dengan jelas bahwa Al-Qur'an adalah Firman Allah yang benar. Disamping itu bahasa dan gaya Al-Qur'an sedemikian rupa sehingga dengan mudah untuk diingat. Tidak saja para sahabat Rasulullah saw yang telah melakukan itu dengn cara menghafalnya tetapi juga sampai sekarang ratusan bahkan ribuan umat Islam telah melakukannya juga dan membacanya secara teratur agar ingatan mereka tetap segar terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Karakteristik Al-Qur'an adalah ia membantah setiap keberatan yang diajukan terhadapnya oleh lawan-lawannya misalnya mengatakan bahwa Rasulullah saw lah yang telah mengarangnya sendiri. Allah taala menantang mereka dalam Al-Qur'an: "Dan jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah satu Surah yang semisalnya, dan ajaklah pembantu-pembantumu selain Allah swt., sekiranya kamu memang orang-orang yang benar. [2:24) Apakah mereka mengatakan, “Ia telah mengada-adakannya? ”Katakanlah, Bawalah sebuah Surah yang semisalnya. dan panggillah siapa saja yang kamu mampu selain Allah swt. jika memang kamu orang-orang benar. (10:39) Tantangan ini belum ada yang menanggapi. Tidak diragukan lagi banyak kritikus telah berusaha untuk membantah klaim Islam tersebut tetapi tidak ada yang telah memenuhi tantangan tertentu bahkan hanya untuk menghasilkan satu ayat yang lebih baik dari standar bahasa Arab dalam Al-Qur'an. Bagaimanapun mereka tidak mampu melakukannya karana Allah sendiri yang telah menetapkan: Katakanlah, “Seandainya berhimpun manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal Alquran ini, tidaklah mereka akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini, walaupun sebagian mereka kepada sebagian yang lain sebagai penolong.” (17:89) Tidak hanya memiliki teks Al-Qur'an yang terjaga keotentikannya dengan baik tetapi juga untuk menjaga semangat dan maknanya dalam setiap abad Allah telah mengirimkan seorang reformer rohani dari kalangan umat Islam yang mencapai hubungan langsung dengan Tuhan dan menghidupkan kembali iman Islam melalui ketaatan sempurna kepada kitab suci Al-Qur'an dan Nabi Muhammad saw sehingga hal ini menunjukkan tanda yang jelas dari eksistensi Tuhan dan Firman-Nya yang hidup. Ini adalah suatu keistimewaan Islam yang unik. Tak heran, karena itu bahwa Al-Qur'an merupakan manifestasi dari firman Tuhan yang hidup. Dalam zaman ini Allah taala telah membangkitkan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Almasih yang dijanjikan dan pendiri dari Ahmadiyah dalam Islam untuk menjelaskan kebenaran dan keunggulan Al-Qur'an. Beliau mengatakan: "Bagian-bagian sempurna keselamatan telah dibukakan hanya oleh Al-Qur'an, yang lain semuanya hanyalah bayangan. Oleh karena itu kalian harus mempelajari Al-Qur'an dengan penuh perhatian dan pikiran yang mendalam dan kalian harus mencintainya seperti kalian tidak pernah mencintai hal apapun yang lain.." Karakteristik lainnya dari Al-Qur'an adalah dalam hal nubuatan. Al-Qur'an penuh dengan nubuatan yang berkesan dalam pikiran para pengikutnya. Beberapa nubuatan luar biasa telah dipenuhi sementara yang lain masih menunggu untuk digenapi. Dalam Al-Qur'an telah menjelaskan tentang jasad Firaun: "Maka pada hari ini Kami akan menyelamatkan engkau menjadi suatu Tanda bagi orang-orang sesudah engkau. Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia sangat lengah terhadap Tanda-tanda Kami.” (10:93) Ayat ini mengacu pada Firaun yang sombong yang telah tenggelam beserta para tentaranya setelah tindakannya yang lalim dan agresif mengejar Musa dan kaum Bani Israel. Ketika malapetaka yang menenggelamkannya ia mengakui dan menyatakan keyakinannya terhadap Tuhan Musa. Tetapi hal itu sudah terlambat. Meski begitu Allah taala menunjukkan belas kasih kepadanya dan berjanji untuk menyelamatkan tubuhnya sebagai tanda bagi mereka yang datang setelahnya. Ini adalah kenyataan yang luar biasa bahwa dari semua kitab suci agama lain hanya Al-Qur'an yang menyebutkan fakta ini. Alkitab maupun buku sejarah tidak ada yang menyebutkan hal ini. Dengan cara yang indah Al-Qur'an Firman Allah telah terbukti benar. Setelah selang lebih dari 3000 tahun tubuh Firaun yang sama telah ditemukan di Mesir sekitar pergantian abad ke 20. Sekarang jasadnya telah diabadikan di Museum Kairo. Namanya adalah Meneptah. Selanjutnya Al-Qur'an telah menubuatkan tentang Persia yang akan dikalahkan oleh bangsa Romawi dan kemudian akan dikalahkan oleh kaum Muslim: Aku, Allah Yang Maha Mengetahui. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri yang dekat dan mereka sesudah kekalahan mereka, akan memperoleh kemenangan, Dalam beberapa tahun. Bagi Allah swt. kedaulatan sebelum dan sesudah-nya. Dan pada hari itu akan bergembira orang-orang mukmin. Dengan pertolongan Allah swt. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia Maha perkasa, Maha Penyayang. (30:2-5) Orang Persia sudah hampir memasuki kekaisaran Romawi dan pada 615 mereka telah mencapai gerbang Konstantinopel. Mereka telah menaklukkan Palestina, Suriah dan Mesir. Bangsa Romawi berada dalam kekalutan setelah menderita kekalahan demi kekalahan. Sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk itu. Namun pada tahun 624 Bangsa Romawi bangkit menyerang kembali dan menghancurkan Persia yang kemudian juga ditaklukkan oleh kaum Islam. Terdapat juga nubuatan besar mengenai bergabungnya dua lautan: Dia telah membuat kedua lautan mengalir. Keduanya akan bertemu, Di antara keduanya ada pembatas, keduanya tidak saling melampaui. (55:20-21) Nubuatan itu telah benar-benar tergenapi dengan adanya pembangunan Terusan Suez dan Terusan Panama yang masing-masing menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah dan antara Samudera Atlantikdan Samudera Pasifik. Terdapat juga nubuatan tentang kemajuan besar dalam ilmu astronomi (81:12) dan pengembangan besar-besaran dalam bidang ilmu geologi dan minerologi dan komunikasi antar planet. Al-Qur'an juga menyebutkan orang-orang yang akan mendapatkan kekuatan materi yang besar sehingga mereka akan menaklukkan setiap rintangan yang mereka temui. Allah berfirman dalam Al-Qur'an : Hingga ketika dibukakan tembok untukYajuj dan Majuj dan mereka dari setiap tempat yang tinggi tersebar luas. (21:97) Yajuj dan Ma'juj mengacu pada kekuatan-kekuatan besar yang terdiri dari Rusian dan Amerika pada khususnya. Kita membaca dalam Al-Qur'an: Segera Kami akan memperhatikan kamu, hai dua golongan yang kuat. (55:32) Penggambaran pada ayat ini adalah tertuju pada negara-negara Barat saat ini yang berdasarkan pencapaian mereka dan strategi politik mereka pada kegelapan waktu yang dijanjikan, diperoleh atribut yang sama.

Kejujuran, Bukti Kebenaran Muhammad Rasulullah saw

Rasulullah saw memiliki tingkat derajat kekuatan rohani dan kesempurnaan batin serta akhlak yang sempurna (QS 68:4), sehingga tidak heran kalau beliau dijadikan sebagai teladan bagi umat manusia. (QS 33:21). Segala nilai akhlak tinggi berpadu pada pribadi beliau dalam suatu keseluruhan yang sempurna lagi serasi. Siti ‘Aisyah r.a., istri Rasulullah saw. yang sangat berbakat, ketika pada sekali peristiwa diminta menerangkan peri keadaan Rasulullah saw., bersabda, “Beliau memiliki segala keagungan akhlak yang disebut dalam Alquran sebagai ciri-ciri istimewa seorang abdi Allah yang sejati” (Bukhari) Salah satu hal penting dari akhlak rasulullah saw adalah kejujuran. Kejujuran adalah satu barometer untuk menilai kebenaran risalah kenabian para utusan Allah. Yaitu sosok yang terkenal jujur yang mana para musuh para nabipun mengakuinya - maka tidak mungkin ia tiba-tiba membawa kebohongan yang mengatasnamakan Tuhan. Hal itulah yang disinggung di dalam Al-Qur’an berkaitan dengan Rasulullah saw: Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepada kalian dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepada kalian. Sesungguhnya aku telah tinggal bersama kalian beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kalian tidak memikirkannya?" (QS 10:17). Dengan kata lain Rasulullah saw hendak mengatakan Saya bukanlah orang yang berdusta dan mengada-ada. Lihatlah, saya selama 40 tahun sebelumnya tinggal di antara kalian. Apakah kalian telah membuktikan kedustaan saya atau saya sebagai orang yang mengada-ada? Jika tidak seharusnya kalian berpikir dan timbul pemahaman bahwa seorang yang sampai hari ini tidak pernah berdusta dalam corak apapun dan sekecil apapun, maka bagaimana mungkin tiba-tiba pada hari ini ia berdusta atas nama Tuhan?" Pengakuan akan Kejujuran Rasulullah saw Kejujuran Rasulullah saw sendiri telah diakui tidak saja oleh orang terdekat beliau tetapi oleh para musuh beliau sendiri. Kejujuran di Masa Muda Di masa muda, jauh sebelum pendakwaan beliau sebagai nabi, para pemuka Arab telah mengakui kejujuran Rasulullah saw dan menyebutnya sebagai al-amin. Hal itu dapat kita jumpai dalam peristiwa pemugaran Ka’bah, suku-suku berselisih tentang siapa yang paling berhak memindahkan Hajar Aswad, sampai akhirnya diambil kesimpulan bahwa siapa yang datang paling pertama kesokan harinya maka apapun keputusannya, itulah yang akan diterima. Keesokan harinya ternyata yang datang pertama kali adalah Nabi Muhammad saw. Maka mereka yang melihat Rasulullah saw yang datang pertama, mereka langsung mengatakan: – haa dzal amiin (ini adalah orang yang jujur), kita senang karena orangnya adalah Muhammad (saw.)". Tetapi dalam pelaksanaannya Nabi Muhammad saw tidak egois melainkan beliau menyuruh untuk membawa sehelai kain, yang mana setiap pemuka suku masing-masing memegang setiap sudut kain dan mengangkat Hajar Aswad secara bersama-sama. (Assiratunnabawiyyah li ibni Hisyam isyaaratu abi umayyata bitahkiimi awwali daakhilin fakaana Rasulullah saw. ) Kesaksian Siti Khadijah r.a. Kemudian perhatikanlah akhlak Rasulullah saw di masa muda yang beliau jalani. Setelah Khadijah r.a mendengar perihal kebenaran tutur kata, kejujuran dan keluhuran budi pekerti beliau (saw) maka beliau (r.a.) mempercayakan kepada Nabi Muhammad saw untuk berniaga dengan menyerahkan hartanya kepada beliau saw. Dalam perjalanan itu Maisarah, pembantu Siti Khadijah r.a., juga ikut bersama beliau saw. Pada saat kembalinya, Maisarah menceriterakan ihwal perjalanan beliau saw. Setelah mendengar kisah perjalanan itu Khadijah sangat terkesan dengan kisah perjalanan itu. Maka kemudian beliau menyuruh mengirim pinangan kepada Rasulullah saw. Beliau terkesan karena beliau (saw.) sangat memperhatikan ikatan tali kekerabatan, terpandang di masyarakat, seorang yang jujur dan memiliki budi pekerti yang luhur serta senantiasa berkata benar. (Assiratunnabawiyyah liibni Hisyam hlm. 149.) Kesaksian Istri Istri-istri merupakan pemegang rahasia baik buruknya perilaku suami, merekalah yang dapat memberikan kesaksian akan kondisi rumah tangga dan urusan-urusan sehari-hari; kesaksian mereka itulah yang bisa dipegang dan memiliki nilai bobot yang dapat dijadikan standar. Begitu juga yang tertera dalam sebuah riwayat Ummul mu'minin, Aisyah ra dalam meriwayatkan tentang turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah saw. Menyebutkan bahwa Rasulullah saw. Menumpahkan kerisauan beliau kepada Ummulmu'minin Khadijah r.a. saat turunnya wahyu pertama. Maka seraya menghibur kepada beliau Khadijah r.a. berkata kepada beliau: "Tidaklah seperti apa yang Tuan Pikirkan. Selamat sejahtera atas Tuan. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakan Tuan. Tuan menyambung tali ikatan silaturrahmi dan senantiasa berkata benar dan berperilaku dan berbudi pekerti baik. (kitabutta'biir awwalu bab maa bada'a bihi Rasulullaah saw minal wahyi arru'ya shaalihah. ) Kesaksian Abu Bakar Shiddiq r.a. Kemudian perhatikanlah kesaksian sahabat beliau. Sahabat yang dari sejak kecil bermain bersama-sama, tumbuh remaja hingga dewasa, yakni Abu Bakar r.a.. Sahabat ini dalam setiap keadaan senantiasa membenarkan beliau dan hanya melihat dan mendengar beliau saw. sebagai seorang yang senantiasa menekankan akan kebenaran. Oleh karena itu di dalam benak beliau sama sekali tidak dapat terbayangkan bahwa Rasulullah dapat mengucapkan kata-kata dusta. Sebagaimana tertera dalam sebuah riwayat bahwa Abu Bakar r.a ketika mendengar pendakwaan beliau sebagai nabi maka kendati berbagai penjelasan telah diberikan oleh Rasulullah saw., beliau r.a. tidak meminta argumentasi; sebab sepanjang hidup beliau r.a. inilah yang beliau saksikan bahwa beliau saw. senantiasa berkata jujur. Beliau hanya bertanya kepada Rasululah saw. bahwa apakah benar beliau saw. telah mendakwakan diri sebagai nabi? Maka Rasulullah ingin terlebih dulu memberikan penjelasan, tetapi dalam setiap kali ingin memberikan keterangan, inilah yang beliau tanyakan bahwa "Berilah jawaban kepada saya ya atau tidak". Atas jawaban ya yang Rasulullah saw berikan, beliau mengatakan: "Di hadapan saya terbentang seluruh kehidupan Tuan di masa lalu. Oleh karena itu bagaimana saya bisa dapat mengatakan bahwa seorang hamba Allah yang senantiasa berkata benar tiba-tiba menjadi orang yang berdusta kepada Tuhan?" (Dalaailunnubuwwah lil Baihaqi jilid 2 hlm. 164 darul kutub alilmiyyah Bairut) Kesaksian Pihak Lawan Kejujuran Rasulullah saw diakui juga oleh musuh-musuh beliau sendiri, tetapi tidak seperti halnya Abu Bakar Siddiq yang menerima beliau dengan suatu pemikiran yang dilandasi hati yang bersih – yaitu seseorang yang selalu berkata benar maka tidak mungkin dia tiba-tiba berdusta untuk hal yang sangat besar yaitu berdusta atas nama Tuhan - para musuh Rasulullah saw kendati di satu sisi mengakui kejujuran dan kelurusan Rasulullah saw tetapi mereka tidak bisa menangkap rahasia dibalik pengakuan kejujuran dari mereka tersebut. Satu contohnya adalah ketika terjadi usaha stigmatisasi pada diri Nabi Muhammad saw. Para pemuka Quraisy berkumpul yang di dalamnya terdapat Abu Jahal dan musuh yang paling besar beliau Al-Akhdhar bin Haris. Salah seorang berkata bahwa hendaknya Rasulullah (saw) dianggap sebagai tukang sihir atau beliau dinyatakan sebagai seorang yang pendusta, maka Nadhar bin haris berdiri lalu berkata, "Hai kelompok Quraisy! Kalian terperangkap dalam suatu masalah yang untuk menghadapinya tidak ada cara yang kalian dapat tempuh. Muhammad (saw) di antara kalian adalah seorang pemuda yang kalian paling cintai, merupakan pemuda yang paling benar dalam ucapan. Di antara kalian merupakan orang yang paling jujur. Kini kalian telah melihat tanda-tanda umur di keningnya dan amanat yang dibawanya dan kalian mengatakan bahwa itu adalah sihir? Di dalam dirinya tidak ada bau-bau sihir. Kamipun telah melihat tukang tenung. Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang theosopi (yang berbicara dengan jin/kahin), kamipun telah melihat theosopi (tukang jin/kahin). Dia sama sekali bukanlah ahli teosopi (kahin). Kalian mengatakan bahwa dia adalah seorang penyair. Dia sama sekali bukanlah seorang penyair. Kalian mengatakan bahwa dia adalah orang gila, tetapi di dalam dirinya sama sekali tidak ada tanda-tanda orang gila. Hai kelompok Quraisy, renungkanlah, kalian tengah berhadapan dengan suatu masalah yang besar". (Assiratunnabawiyyah li-ibni Hisyam hlm. 224. ) Kesaksian Abu Jahal Kemudian satu kesaksian lain yaitu kesaksian musuh beliau, Abu Jahal. Ali r.a meriwayatkan bahwa Abu Jahal berkata kepada Nabi saw, "Kami tidak mengatakan engkau dusta. Namun, kami menganggap dusta ajaran yang engkau bawa". Apabila hati sudah tertutup, jika akal seseorang tidak bekerja lagi maka baru seperti itulah yang dia akan katakan. Oleh karena itulah Allah berfirman, "Cobalah gunakan sedikit akal kalian, apakah seorang yang benar dapat mengajarkan ajaran yang dusta? Orang yang benar tentu yang pertama dilakukannya adalah berdiri melawan ajaran yang tidak benar." Kesaksian Abu Sufyan Ibni Abbas r.a meriwayatkan bahwa Abu Sufyan bin Harb memberitahukan kepada beliau bahwa "Pada saat saya pergi ke Syam bersama kafilah para pedagang, Raja Romawi Heraklius memanggil kafilah kami supaya dia bisa menanyakan beberapa pertanyaan berkenaan dengan Rasulullah saw. Abu Sufyan memberikan keterangan mengenai pembicaraan beliau di istana Raja Roma kepada Heraklius bahwa "Dia (Heraklius) menanyakan kepada saya beberapa pertanyaan. Salah satu diantara pertanyaan itu adalah bahwa: Apakah sebelum pendakwaannya kalian telah menuduh dia berkata dusta? Sebagai jawaban kepadanya saya mengatakan bahwa kami tidak pernah menuduhnya berdusta. Maka Heraklius berkata bahwa ketika kamu memberikan jawaban dalam bentuk negative (kata tidak), maka saya dapat memahami dalam keadaan seperti itu tidak pernah terjadi bahwa seseorang yang tidak pernah berdusta kepada siapapun tetapi tetapi kepada Tuhan dia berdusta". Heraklius bertanya, "maa dzaa ya'murukum - apa yang Muhammad perintahkan kepada kalian?" Abu Sofyan menjawab, "Dia memerintahkan kepada kami, sembahlah Allah yang merupakan sembahan yang benar dan Tuhan Yang Esa dan janganlah menyekutukan-Nya dengan apapun dan tinggalkanlah apa yang nenek-moyang kalian katakan. Dan dia memerintahkan kepada kami untuk melakukan shalat, senantiasa berkata benar, menjadi orang yang suci bersih dan memperhatikan ikatan tali silaturrahmi". Maka selanjutnya Heraklius mengatakan bahwa "Apa yang engkau katakan jika itu benar maka tidak lama lagi dialah yang akan menjadi pemilik dimana tempat kaki saya berpijak sekarang ini". (Bukhari kitab badul wahyi nomor 7. ) Kehebatan Ru'ub (Kharisma) Rasulullah saw. Kendati tidak beriman, terdapat pengaruh wibawa kebenaran beliau saw, yang menggetarkan hati para penentang. Dan mereka senantiasa dalam keresahan bahwa seandainya perkataan dan ajaran yang dibawa oleh Muhammad (saw) benar maka apa yang akan terjadi dengan mereka. Berkenaan dengan ini terdapat sebuah riwayat dimana pada suatu kali orang-orang Quraisy mengirimkan Utbah seorang pemuka Quraisy sebagai delegasi Quraisy untuk menghadap Rasulullah saw.. Dia berkata, "Kenapa engkau mencela sembahan kami, dan mengapa mengatakan nenek moyang kami sesat? Apapun keinginan Anda akan kami penuhi dengan syarat berhentilah engkau dari hal-hal tersebut". Rasulullah saw. mendengarkan semua perkataannya dengan tenang dan sabar. Ketika dia telah mengatakan semuanya, maka Rasulullah saw. membaca beberapa ayat surah -- Haa miim Fushshilat. Ketika beliau sampai kepada ayat bahwa "Aku memperingatkan kalian dengan azab kaum 'Ad dan kaum Tsamud", maka Utbah mencegah beliau, supaya berhenti dan dengan rasa ketakutan dia segera bangkit dan pergi. Sesampainya kepada orang Quraisy ia berkata, “Apakah kalian mengetahui bahwa Muhammad saw. apabila dia mengatakan sesuatu maka dia tidak pernah berdusta. Saya khawatir jangan-jangan akan turun azab kepada kalian yang dia peringatkan kepada kalian.” Semua para pemuka itu setelah mendengar ini menjadi terdiam. (Assiratul halbiyyah dari Allamah Burhanuddin jilid I hlm. 303 cetakan Bairut. ) Kesaksian Para Pemuka Qurays Kemudian kesaksian akan kebenaran beliau tidak hanya keluar dari orang perorag saja bahkan semua kaum memberikan kesaksian akan kebenaran ucapan beliau. Ketika perintah wa andzir ‘asyiira takalaqrabiin–" Dan berilah kepada kerabat-kerabat engkau yang terdekat, apa yang Allah telah turunkan kepada engkau". Maka Rasulullah saw. naik ke bukit Safa dan dengan suara lantang beliau memanggil nama-nama semua kabilah Quraisy. Ketika semua orang berkumpul maka beliau bersabda bahwa, "Hai Quraisy! Jika saya memberitahukan kepada kalian bahwa di belakang gunung itu ada lasykar yang bersembunyi yang tidak lama lagi akan melakukan penyerangan terhadap kalian, apakah kalian akan meyakini kata-kata saya?" Padahal ketinggian bukit tersebut tidak dapat memungkin untuk dijadikan sebagai tempat persembunyian, tetapi oleh sebab mereka mengetahui bahwa Muhammad (saw) tidak pernah berdusta, semua dengan suara bulat mengatakan ya, kami pasti akan mempercayainya, sebab kami senantiasa mendapatkan engkau sebagai orang yang selalu berkata benar. Maka beliau saw kemudian bersabda lagi, "Kalau begitu dengarlah, saya memberitahukan kepada kalian bahwa lasykar azab Tuhan telah sampai kepada kalian, berimanlah kepada Tuhan dan hindarilah diri kalian dari azab Ilahi". (Sirat Khatamunnabiyyin Pengarang Hadhrat Mirza Basyir Ahmad MA hlm. 128. ) Kali ini setelah mendengar kata-kata ini orang-orang Quraisy meninggalkan tempat itu dan mereka mulai mengolok-olok dan mentertawakan ajaran beliau. Tetapi satu hal yang pasti mereka sama sekali tidak mengatakan bahwa beliau pendusta. Jika ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka maka itu adalah bahwa beliau senantiasa berkata benar dan sungguh beliau senantiasa berkata benar. Standar dan mutu kebenaran beliau sedemikian tinggi, jelas dan terang sehinga tidak mungkin timbul masalah bahwa ada yang bisa menuduh beliau berdusta, kendati secara isyarah sekalipun. Setelah membaca sebagian dari kesaksian-kesaksian diatas siapa yang bisa mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang yang berkata benar dan bukan seorang Nabi Allah. Tidak ada yang dapat mengatakan hal seperti itu ini, kecuali yang hati, telinga, dan matanya telah dicap dan telah ditutupi tirai, tidak ada lagi yang dapat mengatakan hal seperti itu. Dan Rasulullah saw. sendirilah yang menzahirkan kebenaran dan kejujuran itu dan tidak hanya menyebarkan bahkan di dalam hati orang yang mengimani beliaupun beliau ciptakan di dalam hati mereka pun beliau penuhi dengan sepenuh-penuhnya. Dan dengan mengatakan kebenaran dan dengan mengimani kebenaran itulah banyak sekali orang-orang di masa-masa awal siap untuk menemui ajalnya. Tetapi mereka mengatakan yang benar itu benar. Sebagaimana saya telah katakan bahwa suatu ajaran yang tinggi dan untuk memeriksa karakter orang yang membawanya sangat perlu melihat juga standar kebenaran dalam kehidupan orang itu. Dan standar ini yang paling besar kita dapat lihat adalah di dalam kehidupan Rasulullah saw.. Standar kebenaran beliau di masa kanak-kanak dan ketika telah dewasa sangat tinggi sekali, yang mengenainya kita telah melihat kesaksiannya dalam berbagai kesempatan. Musuhpun kendati tidak yakin terhadap ajaran beliau dan tidak yakin kepada Tuhan namun setelah mendengar peringatan dari pihak beliau, setelah mendengar sesuatu yang memperingatkan maka mereka menjadi ketakutan. Semoga kejujuran itu juga menjadi standar kita dalam semua bidang kehidupan. Aamiin.

Tingkat Keyakinan dan Kepastian Kepada Tuhan

Para utusan Tuhan telah menegaskan keyakinan mereka kepada Tuhan. Begitu juga dengan orang-orang suci. Orang-orang beriman awam pun tampaknya juga cukup yakin tentang kayakinan mereka. Disisi lain dari kalangan agnostik mereka mengakui dengan terus terang bahwa mereka tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak, sementara orang-orang ateis sama sekali menyangkal keberadaan Tuhan. Jadi ada semua spektrum dari orang-orang yang mewakili berbagai tingkat iman dan kepastian mengenai eksistensi Tuhan. Relevansi masalah kepastian yang berkaitan dengan Tuhan ini adalah pada kenyataan bahwa tingkat kepastian tersebut berpengaruh besar, baik terhadap standar ibadah kita maupun perilaku kita dalam cara yang sangat mendalam.

Kepastian mengenai entitas apapun, baik itu wujud Tuhan maupun keberadaan suatu benda, dimulai dari tingkat deduksi logis. Tingkat berikutnya adalah persepsi langsung. Selanjutnya tingkat yang lebih jauh yaitu tingkat keterlibatan personal secara komplit.

Ilmul-Yaqiin

Pikiran manusia dibekali dengan fakultas (kemampuan) untuk menarik kesimpulan logis dengan menerapkan rasionalitas terhadap informasi yang tersedia dan fakta yang pasti. Dengan kemampuan ini, pikiran manusia dapat menarik kesimpulan yang logis yang dapat diterima. Sebuah peribahasa umum yang berbunyi 'dimana ada asap disana ada api', merangkum semua pemikiran ini. Pengetahuan tentang eksistensi, bentuk dan sifat dari api yang sudah ada dalam diri seseorang, akan menjadikannya mampu untuk menyimpulkan bahwa adanya api tersebut karena telah melihat ciri atau tandanya - asap adalah salah satunya. Kesaksian adanya asap akan mengarahkan setiap pikiran rasional untuk menyimpulkan adanya api, karena pengetahuan umum; 'dimana ada asap disitu ada api'. Mereka yang yang mengetahui api menghasilkan asap akan membuat kesimpulan akan adanya api ketika ia melihat asap. Oleh karena itu prasyarat untuk tingkat kepastian ini adalah 'ilmu/pengetahuan'. Istilah Bahasa Arab untuk 'ilmu' adalah 'ilm dan Bahasa Arab untuk 'kepastian' adalah 'yaqiin'. Dengan demikian istilah Arab yang digunakan oleh Al-Qur'an untuk kepastian yang berdasarkan pengetahuan adalah 'ilmul-yaqiin.

Kita baca dalam Al-Qur'an "Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin.(102:5). Pada tingkat ilmul-yaqiin, orang beriman dan para pencari Tuhan yakin kepada Tuhan bukan karena merasakan langsung wujud-Nya, namun berdasarkan deduksi dari fakta-fakta yang terletak dalam batas-batas pengetahuannya. Pada dasarnya ia percaya pada hal ghaib yang dalam istilahnya adalah 'imaan bil Ghaib, yang berarti 'percaya pada yang ghaib'. Meskipun para pencari Tuhan belum merasakan keberadaan Tuhan; gambaran Tuhan dalam hatinya yang membuatnya gelisah, banyaknya kesaksian yang meyakinkan tentangke beradaan Tuhan yang diberikan oleh banyak orang yang jujur dan suci, keberadaan dan kesempurnaan tertib alam semesta, penerimaan doa-doanya di saat-saat kesusahan dan transfer ilmu yang bersifat ghaib dari sumber Yang Maha Ghaib kepada manusia seperti dirinya, membawanya kepada kesimpulan akan keberadaan Tuhan. Ia memang belum melihat api itu sendiri, tetapi setelah menyaksikan asap, ia berkesimpulan bahwa api memang harus ada.

'Ainul-Yaqiin

Dari peribahasa umum 'dimana ada asap disitu ada api', tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan keberadaan api akan semakin dimengerti dengan cara pengamatan langsung. Pada tingkat kepastian ini dilakukan dengan persepsi langsung bukan dengan deduksi logis. Setelah seseorang telah benar-benar melihat nyala api, ia sudah tidak lagi bergantung pada penyimpulan keberadaan api dari asap yang dihasilkan. Dia sekarang telah melihat api secara langsung. Asap mungkin masih ada, tetapi tidak lagi digunakan sebagai bukti dari keberadaan api. Istilah bahasa Arab untuk 'melihat' adalah 'ain, karenanya Bahasa Arab untuk 'kepastian berdasarkan pengataman/kesaksian' adalah 'ainul-yaqiin.

Kita baca dalam Al-Qur'an "..Kemudian kamu pasti akan melihatnya dengan mata yakin." (102: 8) Ayat ini menarik perhatian kita pada fakta bahwa pada tingkat ainul-yaqiin, seorang beriman yakin kepada Tuhan dengan cara apa yang secara kiasan disebut dengan 'melihat secara langsung' (direct perception)" penampakan Tuhan. Bagi manusia, yang indera fisiknya hanya menanggapi stimulus materi, menyaksikan penampakan Tuhan jelas bukan dalam arti pertemuan fisik dengan wujud Tuhan. Menyaksikan Penampakan Tuhan hanya dapat berarti menjadi saksi akan manifestasi Keilahian-Nya yang nampak dengan jelas. Masifestasi tersebut meliputi penerimaan ajaib dari doa-doanya dan 'penyatuan ilahiah'. Doa-doa orang beriman mulai menemukan pengabulan yang berlimpah. Ketika ia berdoa untuk sesuatu, ia menemukan limpahan karunia Ilahi mengarah pada doanya. Ia juga mulai mendapatkan mimpi yang benar, mimpi yang benar-benar tergenapi, serta kasyaf-kasyaf (visions) dan wahyu dengan kata-kata langsung dalam keadaan terjaga. Ketika perjumpaan tersebut menjadi sering dan berkali-kali, jiwa manusia kemudian secara kiasan telah menjadi 'wajah spiritual Tuhan'. Oleh karena itu pada tingkat kepastian ini, orang beriman tidak lagi bergantung pada kesimpulan logis mengenai keberadaan Tuhan. Pada tingkat ini, seolah-olah ia telah melihat sendiri Tuhan dengan mata kepalanya sendiri. Meskipun keadaan 'iman bil ghaib' terus berlaku, orang beriman menjadi lebih dekat lagi dengan dunia ghaib daripada ketika ia berada pada tingkatilmul-yakiin.

Kembali pada analogi nyala api, kita dapat memahami bahwa pada tingkat ilmu-yaqiin para pencari akhirnya melihat api. Logika dari peribahasa 'dimana ada asap ada api' pada tingkat ini sedikit berelevansi dengan aksioma. Para pencari Tuhan pada titik ini, dalam arti kiasan telah melihat Tuhan.

Haqqul-Yaqiin 

Melanjutkan analogi perjalanan manusia menuju nyala api, dan kepastiannya yang meningkat secara bertahap tentang keberadaan api; sekarang kita melanjutkan untuk membahas tingkat kepastian tertinggi yang manusia bisa capai, baik itu berkaitan dengan nyala api dari skenariao yang sedang dibahas maupun tentang keberadaan Wujud Tuhan. Ketika seseorang yang mencari api telah menyaksikan api, ia telah mencapai tingkat persepsi yang melibatkan salah satu dari lima inderanya, dalam hal ini penglihatan. Dengan demikian tingkat pengetahuan yang lebih tinggi secara logis akan melibatkan persepsi melalui semua inderanya. Ini bukan berarti bahwa pencari api harus membakar dirinya menjadi abu untuk mencapai tingkat pengetahuan ini, tetapi untuk menunjukkan bahwa pada tingkat pengetahuan yang paling tinggi memang akan mengerahkan semua panca indera. 

Mari kita asumsikan bahwa sosok protagonis kita yang terus berjalan ke arah api, yang mana ia telah menyaksikan sendiri dengan matanya, dan pada akhirnya ia memasukkan dirinya sendiri ke dalam nyala api tersebut. Pada titik ini ia telah merasakan sifat dari api dengan sarana tidak hanya oleh satu melainkan semua akal sehatnya. Menerapkan analogi ini kepada para pencari Tuhan, kita dapat menjelaskannya bahwa ketika para pencari mempersepsikan Sifat-Sifat Allah, melalui keterlibatan maksimal akal sehatnya, baik jasmani maupun rohani, saat itulah ia telah mencapai tingkat kepastian tertinggi mengenai Tuhan. Hal ini kemudian dapat dikatakan bahwa ia telah mencapai tingkat Haqqul Yaqiin. Bahasa Arab untuk "kebenaran mutlak" (absolute truth) adalah Haqq. sedangkan bahwa Arab untuk kepastian seperti yang telah kita bahas adalah Yaqiin. Oleh karena itu istilah Haqqul Yaqiin menunjukkan tingkat kepastian yang sempurna tentang Tuhan.

Kita baca dalam Al-Qur'an, "..Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. (56:95) Pada tahap ini orang beriman yakin kepada Tuhan karena ia telah merasakan sifat-sifat Tuhan secara lebih lengkap, seolah-olah semua cara persepsi yang tersedia baginya telah sampai pada hubungan langsung dengan Keindahan dan Kemuliaan Tuhan. Pada tahap ini orang beriman telah diberkati dengan limpahan yang lebih besar berupa wahyu Ilahi. Pada tahap ini, doa sang pencari Tuhan begitu derasnya diterima dan dijawab, dimana setiap doa menjadi sebuah keajaiban dalam dirinya sendiri.  Nabi Allah dan orang-orang suci berada dalam wilayah kepastian agung ini. Ini adalah tingkat tertinggi dari iman dan kepastian.

Tema ini telah dibahas secara menarik dan mendalam secara rinci oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dalam risalah bersejarahnya "Haqeeqatul Wahy" dimana beliau menulis:

"...Allah, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, telah menanamkan di dalam jiwa manusia kehausan untuk mengenal Allah. Demikian pula, Dia telah memberkati sifat manusia dengan dua fakultas yang memungkinkan manusia mencapai pencerahan yang sempurna - yaitu kemampuan intelektual yang letaknya di dalam otak dan kemampuan spiritual yang bersemayam dalam hati. Kemampuan-kemampuan spiritual berfokus pada pemurnian hati. Kemampuan-kemampuan spiritual cenderung untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang mana hal itu tidak bisa sepenuhnya diakses oleh fakultas intelektual manusia.."